Minggu, 30 Desember 2012

Etika Bisnis Islam


A. Pengertian Etika Bisnis Islam
Untuk mengetahui definisi dari etika bisnis Islam tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa definisi dari etika menurut Islam dan etika bisnis itu sendiri.
a. Definisi etika menurut Islam
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) bearti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam makna yang lebih tegas etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja.
Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah al-Qur’an al-khuluq atau akhlak, akhlak mengandung beberapa arti, diantaranya:
1) Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan,
2) Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yaitu berdasarkan keinginannya, dan
3) Watak, yaitu cakupannya melalui hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga berarti kesopanan atau agama.
b. Definisi etika bisnis
Etika bisnis adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berprilaku, dan berelasi guna mencapai daratan atau tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu etika bisnis juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, pantas, tidak pantas dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa  etika bisnis Islam adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, salah, dan halal, haram dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas yang sesuai dengan syariah.

B. Aktifitas dan Etika Bisnis dalam Islam
Dalam melakuakan segala aktifitas terutama dalam bentuk kegiatan usaha tentunya ada etika yang mengatur sehingga dalam kegiatan tersebut dapat menimbulkan keharmonisan dan keselarasan antar sesama. Begitu juga dalam dunia bisnis, tidak lepas dari etika yaitu etika bisnis. Etika bisnis merupakan aturan yang mengatur tentang aktifitas bisnis. Dalam Islam juga terdapat etika dalam aktifitas berbisnis. Adapun aktifitas dan etika bisnis Islam adalah sebagai berikut:
a. Pembisnis harus jujur.
Tanpa kejujuran, semua hubungan termasuk hubungan bisnis tidak akan langeng, padahal dalam prinsip berbisnis interaksi yang memberikan keuntungan sedikit tetapi berlangsung berkali-kali (lama) lebih baik dari pada untung banyak tetapi hanya sekali atau dua, tiga kali.
Jujur merupakan motivator yang abadi dalam budi pekerti dan prilaku seorang pembisnis muslim, karena sebagai salah satu sarana untuk memperbaiki amalnya, dan sarana untuk bisa masuk surga. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar,; Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Di antara bentuk kejujuran seorang pembisnis adalah selalu berkomitmen dalam jual belinya dengan berlaku terus terang dan transparan untuk melahirkan ketentraman dalam hati. Bentuk kejujuran yang lain adalah pembisnis dalam memasarkan barang dagangannya harus dijauhkan dari iklan yang licik dan sumpah palsu, atau memberi informasi yang salah tentang barang dagangannya untuk menipu calon pembeli.
b. Amanah
Islam mewajibkan pembisnis untuk mempunyai sikap amanah terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dan tidak boleh meremehkan hak orang yang memberikan amanah. Karena amanah merupakan tanggung jawab yang besar yang lebih berat dari seluruh yang ada di dunia ini. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 72:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,
Seorang pembisnis yang amanah adalah seorang pembisnis yang yang harus menjelaskan dengan terus terang tentang harga barang dan laba yang diperolehnya jika barang dagangannya dijual dengan menggunakan sistem bagi hasil. Selain itu, dia harus memberitahukan kepada pembelinya tentang aib (cacat) barang dagangannya, seandainya memang ada aibnya.
c. Toleransi dan keramah tamahan
Dalam Islam berbisnis tidak sekedar memperoleh keuntungan materi semata, tetapi juga menjalin hubungan harmonis yang pada gilirannya menguntungkan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak harus mengedepankan toleransi.
Ungkapan yang menyatakan “pembeli/konsumen adalah raja” ada benarnya, tetapi pada yang saat yang sama ada batasannya. Batasan itu melahirkan hak untuk pembeli dan juga hak untuk penjual. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
عَنْ جَا بِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَ ضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَا لَ : رَ حِمَ اللهُ رَ جُلاً سَمْحًا إِذَا بَا عَ, وَإِ ذَا اسْتَرَا ى وَ اِذَا اقْتَضَى
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwasanya Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleransi dalam menjual, membeli, dan menagih. (HR. Bukhari dan at-Tirmidzi)
Bentuk-bentuk toleransi dan keramahtamahan yaitu tidak menarik keuntungan yang melampaui batas kewajaran, menerima kembali dalam batas tertentu barang yang dijualnya jika pembeli merasa tidak puas dengannya.
Namun bentuk toleransi tidak hanya terjalin antar penjual dengan pembeli. Namun antara penjual dengan barang dagangannya, terutama bagi mereka yang menjual dagangan berupa makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan. Para penjual tentunya harus merawat dan memelihara dengan baik hewan yang akan mereka jual, sebagaimana dalam hadis nabi:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ، قَالَ : أَرْدَفَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ، ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَسَرَّ إِلَيَّ حَدِيْثًا، لَأُحَدِّثُ بِهِ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ، وَكَانَ أَحَبُّ مَا اسْتَتَرَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَتِهِ هَدَفًا,أَوْ حَائشَ نَخْلٍ,قَالَ:فَدَخَلَ حَائِطًا لِرَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ,فَإِذَا جَمَلٌ,فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَنَّ وَدَرَفَتْ عَيْنَاهُ, فَأَتَاهُالنَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَمَسَحَ ذِفْرَاهُ, فَسَكَتَ, فَقَالَ: مَنْ رَبُّ هَذَا الْجَمَلِ؟ لِمَنْ هَذَا الْجَمَلُ؟ فَجَاءَ فَثًى مِنْ الْأَنْصَارِ, فَقَالَ لِي: يَارَسُولَ اللّهِ, فَقَالَ: أَفلَاتَتَّقِي اللّهَ فِي هَذِهِ الْبَهِيَمَةِ, الَّتِي مَلَّكَكَ اللّهُ إِيَّاهَا, فَإِنَّهُ شَكَا إِلَيَّ, أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُهُ
Dari Abu Hurairah bin Ja’far, ia berkata: Padasuatu hari rasulullah SAW mengajakku menumpang di belakang tunggannya dan menyampaikan rahasia kepadaku, yang rahasia itu tidak akan aku sampaikan kepada siapapun. Yang paling Rasulullah sukai ketika menunaikan hajat adalah menutupinya dengan tempat yang berdinding pohon kurma. Nabi kemudian menuju ke kebun seorang sahabat Anshar, namun tiba-tiba datang seekor untu. Ketika unta tersebut melihat Nabi SAW, sang unta merintih dan menyucurkan air mata. Nabi mendatangi unta tersebut dan mengusap telingannya hingga unta itu terdiam. Setelah itu nabi berkata, “Siapa pemilik unta ini? Siapa yang mempunyai unta ini?” Kemudian datanglah seorang Pemuda Anshar dan berkata: “Ini untaku wahai Rasulullah!” Rasulullah kemudian berkata, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah atas binatang yang diberikan Allah untukmu? Sesungguhnya unta ini mengadu kepadaku bahwa kamu telah membuatnya kelaparan dan melelahkannya”.
d. Pemenuhan janji dan perjanjian
Salah satu konsekuensi dari kejujuran adalah pemenuhan janji dan syarat perjanjian. Dua pihak yang bertransaksi pada dasarnya saling percaya akan kebenaran mitranya dalam segala hal yang berkaitan dengan bisnis mereka. Al-Qur’an secara tegas memerintahkan untuk memenuhi segala macam janji dan ikatan perjanjian, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Dan dalam surat Al-Isra’ ayat 34 yang berbunyi:
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.
Demi memelihara kewajiban ini al-Qur’an memerintahkan untuk mencatat transaksi bisnis dan mempersaksikannya di hadapan notaris (bila perlu), khususnya menyangkut utang piutang dan mempersaksikannya dengan dua orang yang disepakati oleh kedua belah pihak.
===============
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Shahih Sunan Abu Daud, Jilid 2, (Penterjemah: Shahih Sunan Abu Daud ), Jakarta: Pustaka Azzam, 2006
Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
Dawwabah, Asyraf Muhammad, Meneladani Keungulan Bisnis Rasulullah, (Imam GM, Nahwa Rajul A’mal Islam), Semarang: Pustaka Nuun, cet IV, 2008
Faisal Badroen, et al, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta : Kencana, 2006
M. Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari, Jilid 2, Jakarta Gema Insani, 2007
Shihab, M. Quraish, Berbisnis Dengan Allah, Tangerang: Lentera Hati, cet II, 2008
Penterjemah, Yayasan Penyelenggara, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: Algensindo, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar